Khalifah pertama dan terbesar Bani Umayyah di Andalusia (Spanyol). Bergelar an-Nasir, artinya: yang menang atau yang menolong. Selama memerintah (912-961), ia berhasil mengembalikan keutuhan Negara (913) yang terpecah –belah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Sepeninggal Abdurrahman II, serta membangun angkatan perang terkuat
Setelah 17 tahu, berkuasa dengan gelar amir, pada bulan ramadhan 316 (januari 929) ia menyatakan diri sebagai khalifah (amirulmukminin). Gelar khalifah ini digunakan oleh para penguasa sesudahnya sampai akhir masa pemerintahan Bani Umayyah di wilayah tersebut. Perubahan gelar amir menjadi khalifah didasarkan atas kenyataan bahwa selain khalifah di Baghdad, yang dipandang sebagai pusat kekuasaan dan pemerintahan islam waktu itu, gelar tersebut juga dipakai oleh penguasa Dinasti Fatimiyah di Mesir.
Keberanian Abdurrahman III memakai gelar khalifah tersebut telah mengubah pendapat umum yang dianut ketika itu. bahwa pemimpin politik islam hanya satu tidak lagi dipegang secara tetap. Para ulama memberikan legitimasi atas berbilangnya khalifah dengan menyatakan bahwa boleh ada beberapa khalifah, asalkan dipisahkan oleh laut.
Cordoba pada masanya, disamping sebagai tempat kedudukan pusat pemerintahan, telah menjelma menjadi “ Baghdad” di dunia islam belahan barat : pusat kebudayaan yang tinggi dan kesenian yang halus, secara pusat perpustakaan dan riset ilmiah. Ia mengendalikan pemerintahan sedemikian rupa, sehingga kota tersebut terkesan sebai kota Eropa yang paling terbuka dan toleran, dengan penduduk sekitar satu juta jiwa. Memiliki 50 rumah sakit, 900 tempat mandi umum, 800 sekolah, dan 600 masjid, dengan masjid jami Cordoba sebagai monument kebanggaan. Dilokasi masjid jami itu ia dirikan Universitas Cordoba yang menampung mahasiswa bukan saja dari Spanyol, melainkan juga dari Negara Eropa lainnya, sebagai mana juga dari Asia dan Afrika. Universitas itu memiliki perpustakaan dengan 600.000 jilid buku, selain 70 perpustakaan pribadi. Guru-guru besare diundang dari timur seperti Baghdad, sehingga mengalirlah ilmu pengetahuan ke Barat. Pada tahun 936, ia mendirikan kota satelit Madinah Az-Zahrah, sekitar 5 km sebelah barat Cordoba. Ia memberikan perhatian sangat besar bagi pengembangan ilmu pengetahuan, di samping pembangunan bidang lainnya. Pada masanya, kaum muslimin Spanyol merintis diri menjadi pelopor bagi ilmu pengetahuan Eropa. Ia melindungi para muwallad (yang lahir) serta orang Kristen dan Yahudi yang berada di bawah kekuasaannya. Ia juga menggalakkan kajian dan menyukai keanekaragaman pemikiran mereka.
Ia sangat cermat dalam menyusun angkatan bersenjatanya; ia merekrut orang-orang Slav, dalam arti siapa saja yang bisa dijadikan serdadu di belahan dunia tersebut-seperti orang-orang Aquitania, Aragon, Burundi, Frankia, dan juga mungkin orang-orang Slavonia dan Normandia-yang karena mengharapkan upah bersedia menjadi serdadu dan digunakan oleh siapa saja. Dengan pembawaannya yang teguh, energik, berani, lugas, dan toleran, ia menggerakkan armada perangnya guna menangkis serbuan bajak laut Norseman di sekitar Lissabon (Lisboa), memperluas kekuasaannya ke utara ke wilayah kerajaan-kerajaan kecil Kristen, ke selatan menembus Maroko, dan ke arah timur sepanjang timur pesisir kawasn Barbar. Ia merebut Toledo yang telah berulang kali berontak, memperluaskan lagi gerakannya sampai sejauh Pamplona, dan dia tidak menggantungkan diri pada imigran-imigran Arab.
Dia menggali sumber manusiawi dan ekonomi dari tanah Spanyol. Yang menawarkan kekayaan melimpah ruah dan memiliki tradisi panjang di bidang kemahiran dan perdagangan. Ia berusaha memulihkan kesatuan Spanyol. Pelabuhan-pelabuhan laut Spanyol Islam mencerminkan dinamika perdagangan, khususnya Almeria, yang berkembang menjadi pelabuhan perantara yang sibuk bagi Marseille, Genoa, dan Palermo. Setelah gerakan armada perangnya, ekspansi perdagangannya ke barat sudah memasuki pasar perdagangan sutra dan emas.
An-Nasir meninggal di Cordoba pada tanggal 15 Oktober 961. Kemegahan dan kecermelangan pemerintahannya masih dilanjutkan oleh putranya, al-Hakam II.