Pendiri Dinasti Umayyah di Spanyol setelah dinasti ini di Damaskus ditaklukkan Bani Abbasiyah. Nama lengkapnya Abdurrahman bin Muawiyah bin Hisyam bin Abdul Malik. Ia adalah cucu Hisyam bin Abdul Malik, khalifah ke-10 Dinasti Umayyah di Damaskus. Ia lebih terkenal dengan nama Abdurrahman ad-Dakhil atau Abdurrahman I. sebutan “ad-Dakhil” (penakluk;yang masuk) dikaitkan dengan keberhasilannya menaklukkan dan memasuki Spanyol setelah melalui perjuangan berat.
Ketika Abu Abbas as-Saffah berhasil meruntuhkan Dinasti Umayah di Damaskus tahun 750 dan naik tahta menjadi khalifah dengan terbentuknya Dinasti Abbasiyah, ia mengadakan pengejaran dan pembunuhan terhadap seluruh keluarga Bani Umayyah. Namun salah seorang anggota keluarga Bani Umayyah, Abdurrahman bin Muawiyah bin Hisyam, berhasil meloloskan diri sampai ke Spanyol.
Keberhasilan pemuda berusia 21 tahun itu merupakan suatu drama yang sangat menarik dalam sejarah Islam. Dalam suatu pengepungan secara ketat terhadap keluarganya oleh para pengikut Abbasiyah, ia berhasil lolos dan bersembunyi di suatu rumah seorang Arab Badui di tepi Sungai Efrat. Pada suatu hari suatu kelompok panji hitam Abbasiyah yang memburu keluarga Umayyah muncul dekat tempat persembunyiannya itu. Abdurrahman, yang ditemani saudaranya yang berusia 13 tahun, menceburkan diri ke sungai. Ia selamat sampai ke seberang, tetapi saudaranya yang masih kecil itu gagal karena tidak pandai berenang. Abdurrahman mengira bahwa pengikut Abbasiyah akan mengampuni saudaranya itu, mengingat usianya masih muda. Ternyata ia pun, seperti keluarganya yang lain, mengalami nasib yang sama, dihukum mati.
Lolos dari pengejaran itu, Abdurrahman sampai ke Spanyol setelah melewati Palestina, Mesir, dan Afrika Utara selama 5 tahun. Tetapi ketika tiba di Afrika Utara ia hampir dibunuh oleh gubernur setempat. Dalam perjalanan tersebut, ia ditemani seorang pengikut yang setia bernama Badr.
Setelah berkelana dari satu daerah ke daerah lain, akhirnya ia sampai Ceuta (pantai Selat Gibraltar, Afrika Utara) pada tahun 755. Di sini ia diterima dengan baik karena ia mempunyai paman-paman dari kaum Barbar, yang masih punya hubungan keluarga dengan ibunya. Walaupun demikian, ia belum puas. Dia punya hasrat pergi ke Spanyol. Maka ia mengutus Badr menyebrangi selat Gibraltar untuk mengadakan perundingan dengan satuan-satuan pasukan Surya di Elvira dan Jaen.
Para pemimpin pasukan tersebut memberi jaminan kepada Badr bahwa mereka menyambut baik keinginan Abdurrahman untuk datang ke Spanyol. Malahan mereka menjadikan pemimpin mereka, karena kebanyakan para pemimpin pasukan tersebut sebelumnya adalah pengawal keluarga Bani Umayah. Sebagai bukti sambutan baik tersebut, mereka mengirimkan sebuah kapal ke Ceuta untuk menjemput Abdurrahman.
Kedatangan Abdurrahman di bumi Spanyol disambut baik oleh penduduk beberapa kota di bagian selatan, yang menjadikannya sebagai penguasa mereka. Misalnya penduduk di daerah Archidona, yang sudah lama ditempati satuan Yordan; kemudian Propinsi Sidona, tempat Palestina; dan Sevilla.
Akan tetapi ada juga penguasa yang tidak menyukai kedatangan Abdurrahman, yaitu Yusuf al-Fihri, gubernur Andalusia (Spanyol) waktu itu. ketika Abdurrahman dan pengikutnya ke Coedoba, Yusuf al-Fihri mempersiapkan pasukan untuk menghadang Abdurrahman. Kedua pasukan ini bertemu di Bakkah, dan pertempuran antara kedua pasukan terjadi ditempat itu pada 14 Mei 756. pertempuran dimenangkan oleh Abdurrahman;ia berhasil menduduki kota Cordoba. Kemudian ia memberlakukan amnesti umum. Sejak itu ia menjadi amir pemerintahan islam di Spanyol. Ia memerintah tahun 756-788 M.
Dalam menegakkan Dinasti Umayyah di Spanuol, Abdurrahman banyak menghadapi pemberontakan dari dalam negeri maupun percobaan serangan dari luar. Untuk menghadapinya ia membentuk pasukan yang terlatih baik dan berdisiplin yang berjumlah 40.000 personil, sebagian besar diantaranya berasal dari kaum muslim suku Barbar yang didatangkan dari Afrika Utara. Untuk menumbuhkan kesetiaan pasukannya, ia memberi mereka gaji yang tinggi. Dengan pasukkan ia mampu memadamkan pemberontakan dari dalam negeri dan serangan dari luar, seperti menaklukkan Yusuf al-Fihri yang telah dimpuni tetapi kembali melakukan perlawanan di sebelah utara sehingga ia mati di Toledo, memadamkan pemberontakan kaum Syiah dan kabilah-kabilah Arab yang didalangi pengikut Abbasiyah, dan memukul mundur Karel Agung.
Ketika Abu Ja’far al-Mansur, khalifah kedua Abbasiyah, mengangkat al-A’la bin al-Mughirah menjadi gubernur Andalusia pada tahun 761, gubernur itu ditangkap oleh Abdurrahman. Dua tahun kemudian lehernya dipenggal, kepalanya diawetkan dengan kamper dan garam, lalu dibungkus dengan bendera hitam. Surat pengangkatannya dimasukkan kedalam bungkusan tersebut, selanjutnya dikirim kepada khalifah al-Mansur, yang waktu itu sedang menunaikan ibadah haji di Mekkah.
Menerima kenyataan tersebut, khalifah al-Mansur memuji Allah karena dia dan Abdurrahman dipisahkan oleh laut; jika tidak, tentu akan terjadi pertempuran yang dahsyat. Ia menjuluki Abdurrahman sebagai “Rajawali Kuraisy”.
Menurut sebuah riwayat, Andurrahman pernah mempersiapkan pasukan angkatan laut untuk merebut Suriah dari Dinasti Abbasiyah. Tetapi rencana ini gagal karena didalam negerinya muncul keributan dan pemberontakan.
Keberhasilan Abdurrahman memadamkan pemberontakan dan gangguan musuh membuktikan dirinya sebagai penguasa yang mempunyai kedudukan sama baik dengan penguasa-penguasa yang tangguh di Eropa maupun dengan penguasa Abbasiyah. Ahli sejarah menilai sebagai arsitek dalam perang dan perdamaian. Tentang kecakapannya memerintah, ia disamakan orang dengan khalifah al-Mansur, karena ia mampu mempersatuka dan memakmurkan kehidupan rakyatnya yang berasal dari berbagai suku bangsa, seperti Arab, Suriah, Barbar, Numidia, Arab-Spanyol, dan Goth.
Selama Abdurrahman memerintah, disamping berhasil memadamkan pemberontakan dan serangan musuh-musuhnya sehingga negaranya menjadi stabil, ia juga berhasil membangun kepentingan rakyat, seperti pertanian, perdagangan, dan perekonomian. Ia memperindah kota-kota; membangun salurah iar minum yang bebas dari kotoran; membangun istana Munyatur Rusyafah di luar kota Cordoba dengan bentuk menyerupai istana yang dibangun kakeknya, Hisyam, di timur laut Suriah; membuat dinding disekitar kota; dan mendirikan Masjid Agung Cordoba yang kemudian terkenal sebagai pusat untuk wilayah islam di Barat. Ia memprakarsai dan mendorong kegiatan-kegiatan intelektual, seni, dan budaya, sehingga Spanyol dari abad ke-9 sampai abad ke-11 merupakan salah satu pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia di Barat, yang mempunyai kedudukan sama dengan kota Baghdad di Timur.